Latest News

Cerita Murtado Macan Kemayoran

Berikut ini yakni Cerita Murtado Macan Kemayoran yang sanggup kalian baca. Semoga Cerita Murtado Macan Kemayoran sanggup manambah wawasan anda. 

Cerita Murtado Macan Kemayoran

Berikut ini yakni Cerita Murtado Macan Kemayoran yang sanggup kalian baca Cerita Murtado Macan Kemayoran

Murtado tinggal di tempat Kemayoran. Parasnya cukup tampan, tapi yang terpenting yakni sikapnya yang santun dan berani membela orang yang lemah. Saat itu, keadaan di tempat Kemayoran kurang aman. Selain sebab masih dijajah oleh Belanda, banyak pula gangguan dari jagoan-jagoan Kemayoran yang jahat. Mereka memeras rakyat kecil dan merampas hasil pertaniannya.

Sejak kecil, Murtado dididik dengan baik oleh ayahnya. Tak hanya ilmu agama dan pelajaran sekolah, tapi juga ilmu bela diri. Meskipun menguasai ilmu bela diri dengan baik, Murtado tak pernah sekali pun menyalahgunakan kemampuannya itu.

Semakin hari keadaan di tempat Kemagoran semakin tak aman. Penguasa Belanda semakin merajalela. Pemimpin tempat Kemagoran pun dijadikan kaki tangan mereka. Pemimpin yang disebut dengan Bek itu sebetulnya orang pribumi, namanya Bek Lihun.

Ia dibantu oleh Mandor Bacon. Meskipun pribumi, mereka lebih membela kepentingan Belanda dari pada kepentingan penduduk Kemayoran.

Murtado sebetulnya tak tahan melihat sikap Bek Lihun dan Mandor Bacan yang semena-mena, namun ia berusaha menahan diri. Suatu hari, kemarahannya memuncak, sebab melihat Mandor Bacan yang berani menarik hati kekasih Murtado pada program derapan padi. Saat itu, Mandor Bacon ditunjuk sebagai pengawas jalannya program itu.

“Hei Mandor Bacan, berani sekali kamu mengganggu kekasihku,” teriaknya sambil menghadang Iangkah Mandor Bacan.

Mandor Bacan menanggapinya dengan sinis, “Memangnya kenapa? Aku bebas mengukai perempuan mana pun yang saya mau,” jawabnya.

Murtado segera mengeluarkan jurus-jurus bela dirinya. Mandor Bacan tak mau kalah, tapi Murtado dengan gampang mengalahkannya. Mereka bukanlah lawan yang seimbang. Tak terima dengan perlakuan Murtado, Mandor Bacan melaporkan bencana itu pada Bek Lihun. Bek Lihun merasa tersinggung dengan tingkah laris Murtado, ia pun mencari cara untuk mencelakai Murtado. Berbagai cara telah dilakukan untuk menjebak dan mengalahkan Murtado, tapi semuanya gagal. Akhirnga Bek Lihun menyerah, ia pun mengakui kehebatan Murtado dan menentukan untuk erat dengannya.

Sebagai seorang kesatria, Murtado mendapatkan anjuran persahabatan dari Bek Lihun. Ia tak menyimpan dendam sedikit pun, bahkan bersedia membantu Bek Lihun memberantas kawanan perampok yang dipimpin oleh Warsa.

“Murtado, Belanda sudah menegurku berkali-kali. Aku dianggap tak bisa menjaga keamanan tempat kita ini. Gara-gara Warsa, penduduk kampung kita semakin miskin dan tak bisa membayar pajak. Kau mau, kan membantuku?” pinta Bek Lihun.

Murtado berpikir sejenak. Sebenarnya ia bimbang, membantu Bek Li hun berarti membantu Belanda juga.

“Bek Lihun, camkan kata-kataku. Aku mau membantumu untuk meIawan Warsa, tapi bukan untuk kepentingan Belanda. Aku merasa wajib melindungi penduduk kampung dari kekejian Warsa dan anak buahnya,” kata Murtado.

“Terima kasih, Murtado. Aku tahu, hatimu niscaya tak tega melihat penderitaan teman-teman kita ini,” jawab Bek Lihun.

Murtado mulai menyusun strategi. Bersama Saomin dan Sarpin, ia pergi ke markas Warsa dan anak buahnya. Biasanya, Warsa dan anak buahnya berkumpul di tempat Tambun dan Bekasi, tapi malam itu mereka tak ada di sana.
Murtado dan teman-temannya tak kehabisan akal, mereka bertanya pada setiap orang yang mereka jumpai. Akhirnya mereka menerima info kalau Warsa dan anak buahnya sedang berada di tempat Karawang. Tanpa buang-buang waktu lagi, Murtado dan teman-temannya menyusul ke Karawang. Dan terjadilah pertempuran hebat.

Warsa yakni Iawan yang tangguh, ilmu bela dirinya juga hebat. Tak heran kalau orang-orang takut padanya.

“Ha… ha… anak junior macam kamu hendak melawanku? Rasakan jurusku ini!” kata Warsa sambil melayangkan tinju. Namun Murtado tak kalah hebat. Dikerahkannya semua ilmu bela diri yang ia kuasai. Saomin dan 5arpin juga bertarung melawan anak buah Warsa.

Akhirnya kemenangan berpihak pada Murtado. Warsa tewas di tangannya, sementara anak buahnya mengalah kalah.

“Ampuni saya Tuan, saya bakal melaksanakan apa saja yang Tuan pinta, tapi jangan bunuh saya,” kata mereka mengiba-iba.

“Tunjukkan di mana hasil rampokan itu kalian simpan, sesudah itu kalian bakal saya ampuni,” kata Murtado tegas.

Murtado dan teman-temannya membawa pulang hasil rampokan Warsa ke Kemayoran. Mereka mengembalikannya pada pemiliknya masing-masing. Penduduk Kemayoran sangat gembira. Begitu juga dengan Bek Lihun, ia bahkan melaporkan keberhasilan Murtado pada Belanda.

Penguasa Belanda kagum pada kegigihan dan keberanian Murtado. Atas permintaan Bek Lihun, penguasa Belanda mengatakan Murtado untuk menjadi pemimpin tempat Kemayoran menggantikan Bek Lihun.

“Maaf Tuan, tapi saya lebih bahagia menjadi rakyat biasa. Biarkan saya berjuang di jalan saya sendiri,” tolak Murtado dengan halus.

Ya, Murtado tak mau menjadi kaki tangan Belanda. Ia merasa Iebih baik hidup sebagai rakyat biasa dan membantu menjaga keamanan penduduk Kemayoran dengan caranya sendiri. Karena keberaniannya itu, penduduk Kemayoran dan penguasa Belanda menjulukinya “Macan Kemayoran”.

Pesan budbahasa dari Cerita Rakyat Betawi : Murtado Macan Kemayoran untukmu yakni semua orang niscaya memiliki kemampuan dan bakat. Karena itu gunakanlah kemampuan dan bakatmu untuk membantu orang-orang di sekitarmu.

0 Response to "Cerita Murtado Macan Kemayoran"

Total Pageviews